Ilustrasi: ayah dan anak (Photo by Kelli McClintock on Unsplash)

Mendidik anak tentu sangat memerlukan ilmu. Oleh karena itu, banyak ilmu parenting saat ini yang siap diserap oleh banyak orang tua, terutama orang tua milenial yang lebih up to date mengikuti perkembangan zaman. Beragam teori hadir mengupas rahasia dan cara sukses mendidik anak. Para orang tua pun tinggal memilih dan mengeksekusi ilmu sesuai prinsip atau cara pandang hidupnya.

Berkaitan dengan mendidik anak, ada hal menarik yang saya dapatkan dari seorang penulis yang latar belakang pendidikannya adalah psikologi dan kini aktif membahas keluarga dan parenting, yakni Mohammad Fauzil Adhim. Hal menarik tersebut saya dapatkan saat membaca buku Membuat Anak Gila Membaca. Di salah satu bab, beliau menuliskan 7 kunci penting mendidik anak yang ternyata ditempel di dinding kamarnya sebagai pengingat. Kunci-kunci tersebut juga sesuai dengan cara pandang Islam (Islamic Worldview). Dari ketujuh kunci, ada tiga kunci yang ditulis berulang, alias isinya sama. Apa saja kunci tersebut? (Sayangnya, di buku tersebut beliau hanya menuliskan poin-poinnya, jadi saya sendiri yang tambah uraian penjelasannya ya)


1. Jangan Marah 

Kita sudah kenal dengan anjuran Rasulullah untuk tidak marah. Salah satu hadis yang populer adalah sebagai berikut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu 'alayhi wasallam, "Berilah aku wasiat." Beliau menjawab, "Janganlah engkau marah." Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi shallallahu 'alayhi wasallam (selalu) menjawab, "Janganlah engkau marah." (HR Bukhari, no. 6116)

Dari hadis ini, kita bisa mengambil simpulan bahwa menahan amarah menjadi sesuatu hal penting yang perlu diperhatikan. Marah mempunyai dampak yang buruk, tak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga orang lain.


2. Jangan Marah

Kunci kedua mendidik anak ala Fauzil Adhim adalah jangan marah. Kunci ini disebutkan kembali sebagai pengingat orang tua untuk bisa mengendalikan emosi, terutama amarah. Hadis lain yang memuat larangan marah disebutkan oleh Rasulullah sebagai berikut.

"Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mengendalikan dirinya ketika marah." (HR Bukhari, 6114; Muslim, 2609)

Marah diibaratkan bara api yang dikobarkan oleh setan ke dalam dada manusia. Saat kita marah, apalagi marah yang meledak-ledak, kita dapat kehilangan kendali, mulai dari berbicara kasar hingga melakukan kekerasan. Bahkan, marah juga mengantarkan kita untuk membuat keputusan yang buruk. Itu mengapa jika sedang marah, hindari sembarangan mengucap sesuatu, seperti talak atau mendoakan yang buruk. Bahkan lebih buruk lagi jika doa buruk tersebut terucap di saat waktu-waktu yang mustajab. 


kunci mendidik anak (Photo by Hasan Almasi on Unsplash)

3. Jangan Marah

Hadis lain tentang keutamaan mengendalikan amarah adalah sebagai berikut.

"Janganlah kamu marah, maka bagimu surga." (HR Ath-Thabrani)

Orang tua yang berperilaku buruk kepada anak atau anggota keluarga yang lain (termasuk pasangan), bisa sangat mungkin menimbulkan trauma yang mendalam bagi anak. Jadi, hal yang paling diperhatikan sebenarnya adalah mampu mengendalikan marah.


4. Ikhlas 

Poin kunci mendidik anak selanjutnya yang ditulis oleh Fauzil Adhim adalah ikhlas. Ikhlas menjadi kunci utama dalam mendidik anak karena segala hal yang dilakukan di dunia, semata hanya untuk Allah, dari Allah, dan karena Allah. Berlaku ikhlas dalam mendidik anak berarti selalu sadar bahwa anak adalah titipan Allah. Kedudukan anak dalam Islam bagi orang tua bisa sebagai penyejuk jiwa, perhiasan dunia, fitnah atau ujian, atau bahkan sebagai musuh.

Kata ikhlas tidak terlepas dari dalil Al-Quran, misalnya dalam surah Al-Bayyinah ayat 5.                          

"Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya, semata-mata karena (menjalankan) agama ..."    

Secara bahasa, kata ikhlas berasal dari khalasha yang artinya sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang mencampurinya. Ikhlas dalam mendidik anak berarti murni untuk tujuan-tujuan Allah. Semua usaha yang dilakukan orang tua dalam mendidik anak tujuannya hanya untuk Allah. Anak dididik agar menjadi manusia yang baik, yang tolok ukurnya bukanlah dari kaca mata manusia, melainkan dari pedoman hidup, yakni Al-Quran. Dengan menjadi manusia yang baik sesuai pedoman hidup, sang anak akan otomatis nantinya menjadi warga negara yang baik, murid yang baik, atau pengusaha yang baik, atau pejabat yang baik, dan lain-lain. Ikhlas dalam mendidik anak juga berarti mengupayakan anak agar selamat di dunia dan akhirat.


Baca juga: Inspirasi Keluarga ala Dewi Nur Aisyah


5. Berkata yang Benar

Berkata yang benar atau qaaulan sadiidaa disebutkan dalam Al-Quran, misalnya dalam surah An-Nisa ayat 9.

"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan mereka di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar."

Qaulan sadida adalah perkataan yang tegas dan benar, baik dari segi materi, isi, pesan, maupun tata bahasa. Berkata yang benar juga adalah komunikasi yang tidak penuh keraguan, ketidakpastian, dan ketidakpercayadirian. 


6. Ingat Kebalikannya 

Kunci ini bisa jadi pengingat orang tua jika hendak berlaku buruk kepada anak. Dengan mengingat kebalikannya, orang tua juga dapat berpikir sebab-akibat. Poin enam ini juga sebenarnya berkaitan dengan poin terakhir, yaitu ingat kelebihan sang anak jika merasa kecewa dengan kelemahannya.


7. Jangan Sibuk dengan Kekurangannya

Sibuk dengan kekurangan anak cenderung akan lebih mudah menyalahkan, baik menyalahkan anak, diri sendiri, maupun ketetapan takdir. Sambil memperbaiki kekurangan, memang hendaknya lebih sibuk untuk bersyukur dan fokus mengembangkan kelebihan-kelebihan sang anak. Ingatkah dengan ayat populer ini?

" .... Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu ..." (QS Ibrahim: 7)

 

Tujuh kunci yang dibuat oleh Fauzil Adhim untuk beliau sendiri ini bisa kita teladani, juga dengan memilih poin-poin mana saja yang akan menjadi prioritas teratas. Kunci-kunci penting ini pun sebenarnya bisa diterapkan bukan hanya kepada anak, melainkan juga kepada pasangan dan anggota keluarga yang lain. Yuk amalkan!                 

 

Related Posts