Cara Membangkitkan Semangat Membaca Buku (dok. pribadi)

Kita semua rasanya sudah tahu dan setuju bahwa membaca buku memiliki banyak sekali manfaat. Selain dapat menambah wawasan, membaca buku bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, meningkatkan keterampilan membaca, meningkatkan konsentrasi dan fokus, meningkatkan empati, dan lain-lain. 

Menariknya, aktivitas membaca buku yang memiliki segudang manfaat ini dianggap "eksklusif" oleh sebagian orang. Kegiatan membaca buku bisa dikategorikan sebagai suatu hobi yang tidak semua orang sukai. Kegiatan membaca buku juga bisa disebut privilege yang juga tidak bisa dilakukan oleh semua orang. Bahkan, orang yang senang membaca buku diberi julukan "si kutu buku", lengkap dengan stereotipe atribut kacamata dan hobi bolak-balik perpustakaan. Namun, apa benar kegiatan membaca buku seeksklusif itu?

Aktivitas membaca buku sebenarnya aktivitas yang biasa saja, tidak ada yang istimewa. Meskipun begitu, kegiatan ini memiliki satu "kesulitan" tersendiri dibandingkan dengan aktivitas "duduk" lainnya, seperti aktivitas scrolling media sosial. 

Dalam membaca buku, kita wajib fokus dan berkonsentrasi penuh terhadap tulisan yang sedang dibaca. Apalagi bagi orang yang belum punya riwayat berlama-lama menyentuh buku, kegiatan membaca dianggap sebagai kegiatan yang melelahkan dan membosankan. Bagaimana tidak, kita harus fokus membaca rangkaian kata dengan jumlah halaman yang tidak sedikit.

Bahkan, bagi orang yang pernah "senang" membaca buku, tentu pernah ada masa-masa menjauh dari buku karena beragam faktor. Selain faktor kesibukan, faktor rasa malas dan bosan juga menyelimuti. 

Kalau sudah merasa begitu, bagaimana cara membangkitkan kembali semangat membaca buku? 


Menemukan Big Why 

Big why adalah alasan utama kita melakukan suatu hal. Dalam hal ini, kita perlu mempunyai motivasi atau alasan yang kuat dengan sebuah pertanyaan: mengapa kita harus membaca buku dan apa yang kita butuhkan dari sebuah buku?

Alasan ini tentu terbagi kepada beberapa alasan personal, tetapi saya yakin tujuan akhirnya adalah sama—dengan manfaat yang sama pula. Bagi saya sendiri, setelah lulus kuliah, "tuntutan" membaca buku rasanya sudah hilang karena tuntutan itu biasanya muncul saat menjalankan pendidikan formal. Meski setelah lulus adalah bekerja (dan itu juga membutuhkan kinerja otak), saya menyadari bahwa otak saya tidak terlalu banyak diasah (kecuali digunakan untuk bekerja dan memecahkan masalah hidup). Saya pernah merasa bosan dengan kegiatan yang itu-itu saja dan membutuhkan referensi wawasan baru. Saya membutuhkan sesuatu yang baru untuk bisa menghilangkan beragam jenuh carut-marut kehidupan yang fana ini.

Pertanyaannya, bukankah referensi wawasan baru dan sesuatu yang baru itu bisa dengan mudah didapatkan dari media sosial? Betul. Saya pun awal mula begitu betah dengan mencari banyak informasi di Instagram, Twitter, hingga TikTok. Tapi, lama-kelamaan saya sadar bahwa saya merasa candu untuk terus membuka handphone berjam-jam. Akibatnya, saya banyak menghabiskan waktu dengan scrolling media sosial. Dampaknya lagi, saya menjadi malas untuk beranjak. 

Akibat lainnya adalah saya tidak benar-benar mendapatkan informasi secara utuh dari media sosial. Belum lagi jika informasi itu adalah informasi hoax. Hal lebih parahnya adalah makin sering saya menonton video pendek, makin betah saya menggulir handphone dengan beragam hiburan hingga mampu memengaruhi emosi saya menjadi naik-turun. 

Dengan kebutuhan besar itu, saya mencoba kembali membaca buku. Saya kembali mengasah otak dan melatih fokus saya dengan membaca buku. Saya memaksakan diri untuk betah berlama-lama membaca teks panjang agar tidak impulsif merespons sesuatu saat membaca sebuah informasi di media sosial. Hal ini ternyata bisa berefek besar karena kita akan terbiasa cross check dalam menerima suatu informasi, yakni dengan berusaha mencari sumber informasi yang lain. Dan tentu, aktivitas membaca juga salah satu usaha saya dalam menjauhkan dan melepaskan sedikit ketergantungan pada handphone. 


Alasan-Alasan Personal

Alasan personal juga bisa menjadikan seseorang terus semangat membaca buku. Misalnya, saat kita begitu nge-fans pada seorang penulis, biasanya kita penasaran untuk menanti buku-buku terbaru buah karyanya untuk kita baca. 

Ada pula yang penasaran atau terbawa FOMO terhadap satu topik yang sedang hangat dibicarakan. Misalnya, akhir-akhir ini begitu banyak berseliweran novel Laut Bercerita yang ramai diulas di berbagai media sosial. Novel ini bahkan menjadi trending menjelang Pemilu kemarin karena menjelaskan tentang peristiwa penculikan pada tahun 98. Ada pula yang penasaran dengan buku sejarah nonfiksi, isinya seperti kliping berupa kumpulan berita surat kabar, berjudul Kronik Penculikan Aktivis dan Kekerasan Negara 1998. Apa pun alasan yang dimiliki, sikat dan baca sekarang juga.


Dedikasikan Waktu untuk Membaca Buku

Mendedikasikan waktu khusus untuk membaca buku juga tak kalah penting. Ingat, mendedikasikan, bukan meluangkan waktu. Jika ada waktu senggang yang biasanya digunakan untuk scrolling handphone, kita bisa coba menggantinya dengan membaca buku. 

Kegiatan membaca buku ini khusus dilakukan sebagai kegiatan "sendiri", yang berarti tidak disambi dengan kegiatan yang lain. Tujuannya adalah konsentrasi kita makin terlatih. Dengan begitu, kemampuan dalam berimajinasi dan berpikir kritis saat membaca bisa berjalan secara maksimal. 

Jika masih merasa kesulitan untuk mendedikasikan waktu khusus, kita bisa menggunakan sistem Pomodoro, yakni dengan menggunakan waktu 25 menit untuk membaca, 5 menit istirahat, dan seterusnya. 


Dimulai dari Hal Sederhana 

Mulailah membaca buku dari buku-buku yang disukai, buku-buku yang sesuai dengan minat. Jika belum bisa membeli buku fisik, ada banyak buku yang bisa dibaca secara online dan itu didapat dari perpustakaan online, seperti iPusnas dan iJak. Bahkan, manfaatkan pula buku-buku di perpustakaan daerahmu untuk dipinjam secara cuma-cuma.

Setiap kali ada bazar buku, luangkan waktu untuk menyempatkan hadir. Selain itu, kita bisa mengikuti komunitas membaca di daerah terdekat. Kita bisa juga follow akun bookstagram di Instagram, follow akun base literasi di Twitter, atau follow akun-akun yang sering membahas buku. 

Terakhir, kita bisa dengan mulai membiasakan diri membaca Al-Qur'an (sebagai seorang muslim) disertai dengan membaca terjemah. Di dalam terjemah itu biasanya ada catatan kaki sehingga bisa membantu menambah wawasan kita dalam memahami suatu konteks. Di banyak Al-Qur'an kini terdapat hikmah atau kisah singkat dalam setiap halaman. Untuk lebih menggali kemampuan literasi kita, mencari tafsir suatu ayat dari kitab tafsir terjemahan (seperti Tafsir Ibnu Katsir) juga bisa dilakukan. For your information, Tafsir Ibnu Katsir ini sudah ada di aplikasi yang bisa diunduh di Google Play Store. 


Related Posts